Kamis, 05 Maret 2015

ASCARIS LUMBRICOIDES



Parasitologi (p)




ASCARIS LUMBRICOIDES




Nama               : Andi Yesti Yusuf
  Nim                 : Akm0814093
  Kelas               : 1c



AKADEMI ANALIS KESEHATAN MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2015

ascaris lumbricuides
A.  pengertian
Ascaris lumbricoides adalah cacing yang pertama kali diidentifikasi dan diklasifikasi oleh Linnaeus melalui observasi dan studinya antara tahun 1730-1750an. Dari hasil observasinya, Linnaeus pergi ke beberapa tempat di dunia untuk mengonfirmasi wilayah penyebaran parasit tersebut. Linnaeus diberi kesempatan untuk menamai parasit tersebut.
Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering ditemui. Diperkirakan prevalensi di dunia 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah tropis dan di negara berkembang dimana sering terjadi kontaminasi tanah oleh tinja manusia atau penggunaan tinja sebagai pupuk (Soegijanto, 2005).
Ascaris lumbricoides merupakan nematoda kedua yang paling banyak menginfeksi manusia. Ascaris telah dikenal pada masa Romawi sebagai Lumbricus teres dan mungkin telah menginfeksi manusia selama ribuan tahun. Jenis ini banyak terdapat di daerah yang beriklim panas dan lembab, tetapi juga dapat hidup di daerah beriklim sedang. Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit.
Penyebab utama dari kebanyakan infeksi oleh parasit ini adalah penggunaan kotoran manusia untuk menyuburkan tanah lahan pertanian atau perkebunan dimana tanah tersebut digunakan untuk menumbuhkan tanaman sebagai bahan makanan. Cacing dewasa hidup di dalam usus besar dan telur yang dihasilkan betinanya terbawa oleh material feses. Pada material tersebut larva cacing dalam telur berkembang mencapai stadium infektif di dalam tanah. Makanan yang berasal dari areal agrikultur dimana tanahnya telah terkontaminasi oleh feses yang berisi telur infektif, dapat mentransmisikan telur secara langsung ke manusia. Makanan yang terkontaminasi dengan telur infektif dimakan oleh manusia dan larva tersebut keluar dari telur di dalam usus.
B.  morfologi
Cacing Ascaris lumbricoides memiliki 2 stadium dalam perkembangannya, yaitu :
1.    Telur : telur fertil, infertil dan yang telah mengalami dekortikasi
2.      Bentuk dewasa
Stadium telur spesies ini berbentuk bulat oval dan ukurannya berkisar antara 45 – 75 mikron x 35 – 50 mikron. Telur Ascaris lumbricoides sangat khas dengan susunan dinding telurnya yang relatif tebal dengan bagian luar yang berbenjol-benjol. Dinding telur tersebut tersusun atas tiga lapisan, yaitu :
1.    Lapisan luar yang tebal dari bahan albuminoid yang bersifat impermiabel.
2.    Lapisan tengah dari bahan hialin bersifat impermiabel ( lapisan ini yang memberi bentuk telur )
3.    Lapisan paling dalam dari bahan vitelline bersifat sangat impermiabel sebagai pelapis sel telurnya.

Telur cacing ini sering ditemukan  dalam 2 bentuk, yaitu telur fertile (dibuahi) dan telur yang infertile (tidak dibuahi). Telur fertil yang belum berkembang biasanya tidak memiliki rongga udara, tetapi yang telah mengalami perkembangan akan didapatkan rongga udara. Pada telur fertile yang telah mengalami pematangan kadangkala mengalami pengelupasan dinding telur yang paling luar sehingga penampakan telurny tidak lagi berbenjol-benjol kasar melainkan tampak halus. Telur yang telah mengalami pengelupasan pada lapisan albuminoidnya tersebut sering dikatakan telah mengalami proses dekortikasi. Pada telur ini lapisan hialin menjadi lapisan yang paling luar.Telur infertil; bentuknya lebih lonjong, ukuran lebih besar, berisi protoplasma yang mati sehingga tampak lebih transparan.
Pada stadium dewasa, cacing spesies ini dapat dibedakan jenis kelaminnya. Biasanya jenis betina memiliki ukuran yang relatif lebih besar dibandingkan jantan. Pada bagian kepala (anterior) terdapat 3 buah bibir yang memiliki sensor papillae, satu pada mediodorsal dan 2 buah pada ventrolateral. Diantara 3 bibir tersebut terdapat bucal cavity yang berbentuk trianguler dan berfungsi sebagai mulut. Jenis kelamin jantan memiliki  ukuran panjang berkisar antara 10 – 30 cm sedangkan diameternya antara 2 – 4 mm. Pada bagian posterior ekornya melingkar ke arah ventral dan memiliki 2 buah spikula. Sedangkan jenis kelamin betina panjang badannya berkisar antara 20 – 35 cm dengan diameter tubuh antara 3 – 6 mm. Bagian ekornya relatif lurus dan runcing.
Cacing betina dewasa mempunyai bentuk tubuh posterior yang membulat (conical), berwarna putih kemerah-merahan dan mempunyai ekor lurus tidak melengkung. Cacing betina mempunyai panjang 22 - 35 cm dan memiliki  lebar 3 - 6 mm. Sementara cacing jantan dewasa mempunyai ukuran lebih kecil, dengan panjangnya 12 - 13 cm dan lebarnya 2 - 4 mm, juga mempunyai warna yang sama dengan cacing betina, tetapi mempunyai ekor yang melengkung kearah ventral. Kepalanya mempunyai tiga bibir pada ujung anterior (bagian depan) dan mempunyai gigi-gigi kecil atau dentikel pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup atau dipanjangkan untuk memasukkan makanan (Soedarto, 1991). 
Pada potongan melintang cacing mempunyai kutikulum tebal yang berdampingan dengan hipodermis dan menonjol kedalam rongga badan sebagai korda lateral. Sel otot somatik besar dan panjang dan terletak di hipodermis; gambaran histologinya merupakan sifat tipe polymyarin-coelomyarin.
Alat reproduksi dan saluran pencernaan mengapung didalam rongga badan, cacing jantan mempunyai dua buah spekulum yang dapat keluar dari kloaka dan pada cacing betina, vulva terbuka pada perbatasan sepertiga badan anterior dan tengah, bagian ini lebih kecil dan dikenal sebagai cincin kopulasi. Telur yang di buahi (fertilized) berbentuk ovoid dengan ukuran 60-70 x 30-50 mikron. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal.
Sel ini dikelilingi suatu membran vitelin yang  2001 digitalized by USU digital libary tipis untuk meningkatkan daya tahan telur cacing tersebut terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai satu tahun. Di sekitar membran ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi lagi oleh lapisan albuminoid yang permukaanya tidak teratur atau berdungkul (mamillation). Lapisan albuminoid ini kadang-kadang dilepaskan atau hilang oleh zat kimia yang menghasilkan telur tanpa kulit (decorticated).
 Didalam rongga usus, telur memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu. Telur yang tidak dibuahi (unfertilized) berada dalam tinja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai ukuran 88-94 x 40-44 mikron, memiliki dinding yang tipis, berwarna coklat dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan isinya tidak teratur. 
C. klasifikasi
Kingdom        : Animalia
Filum              : Nemathelminthes
Kelas              : Nematoda
Subkelas       : Phasmida
Ordo              : Rhabdidata
Subordo         : Ascaridata
Family            : Ascarididae
Genus            : Ascaris
Spesies          : Ascaris lumbricoides
    Ascaris suum goeze
    Ascaris texana Smith And Goeth ( 1904)
D. sumber penularan atau infeksi
Telur ascaris yang infektif tertelan manusia dan mencapai duodenum, di sini telur menjadi larva
1.    Larva ini menembus dinding usus, melalui saluran limfe bermigrasi ke hepar dan paru
2.    Banyaknya larva di paru-paru menimbulkan gejala Loefller Syndrome/ Atypical Pneumonia
3.    Larva mencapai epiglottis dan kembali ke usus kecil. Di sini tumbuh menjadi cacing dewasa, cacing betina bertelur lagi
4.      Perjalanan cacing hingga menjadi dewasa ± 3 bulan

Cacing masuk ke dalam tubuh manusia lewat makanan atau minuman yang tercemar telur-telur cacing. Umumnya, cacing perut memilih tinggal di usus halus yang banyak berisi makanan. Meski ada juga yang tinggal di usus besar. Penularan penyakit cacing dapat lewat berbagai cara, telur cacing bisa masuk dan tinggal dalam tubuh manusia. Ia bisa masuk lewat makanan atau minuman yang dimasak menggunakan air yang tercemar. Jika air yang telah tercemar itu dipakai untuk menyirami tanaman, telur-telur itu naik ke darat. Begitu air mengering, mereka menempel pada butiran debu. Telur yang menumpang pada debu itu bisa menempel pada makanan dan minuman yang dijajakan di pinggir jalan atau terbang ke tempat-tempat yang sering dipegang manusia. Mereka juga bisa berpindah dari satu tangan ke tangan lain. Setelah masuk ke dalam usus manusia, cacing akan berkembang biak, membentuk koloni dan menyerap habis sari-sari makanan. Cacing mencuri zat gizi, termasuk protein untuk membangun otak.
Setiap satu cacing gelang memakan 0,14 gram karbohidrat dan 0,035 protein per hari. Cacing cambuk menghabiskan 0,005 milimeter darah per hari dan cacing tambang minum 0,2 milimeter darah per hari. Kalau jumlahnya ratusan, berapa besar kehilangan zat gizi dan darah yang digeogotinya. Seekor cacing gelang betina dewasa bisa menghasilkan 200.000 telur setiap hari. Bila di dalam perut ada tiga ekor saja, dalam sehari mereka sanggup memproduksi 600.000 telur.
Infeksi ringan cacing gelang biasanya tidak menimbulkan gejala sedangkan pada infeksi yang parah akan menimbulkan gejala gangguan gastrointestinal, kurang gizi, perut buncit dan lesu/ kurang semangat.
E.  diagnosa laboratorium
Diagnosa pasti untuk Askarisasis yaitu dengan cara menemukan telur cacing dewasa pada feses. Metode-metode yang digunakan dalam pemeriksaan feses ada dua cara, yaitu dengan metode langsung (dengan kaca prnutup ataupun tidak dengan kaca penutup) dan meetode tidak langsung (dengan cara sedimentasi atau sentrifuge, cara flotasi dengan NaCl jenuh).
Salah satu metode pemeriksaan telur cacing selain dengan pemeriksaan tinja yang diagnosis, dapat pula dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut (berupa muntahan) ataupun kotoran atau tinja.
1.    Metode langsung
a.    Sediaan langsung tanpa pewarnaan

Teknik pemeriksaan :
a)    Sediakan obyek glass yang bersih dan kering
b)    Teteskan pada bagian kiri dan kanan obyek glass, kemudianmasing-masing ditetesi air garam faal (jarak ± 4 cm)
c)    Dengan batang pengaduk dari kayu yang bersih dan kering diambil sedikit feses atau bagian yang berlendir lalu diusapkan pada tetesan-tetesan air garam pada yang sudah diteteskan.
d)    Tutup masing-masing sediaan dengan cover glass
e)    Periksa di bawah mikroskop, mula-mula dengan perbesaran lemah kemudian dipertegas dengan perbesaran kuat.
b.    Sediaan langsung dengan pewarnaan iodium ( lugol) Teknik pemeriksaan :
a)    Sediakan obyek glass yang bersih dan kering.
b)    Teteskan pada bagian kiri dan kanan obyek glass, kemudian masing-masing ditetesi air garam faal (jarak ± 4 cm)
c)    Dengan batang pengaduk dari kayu yang bersih dan kering diambil sedikit feses atau bagian yang berlendir lalu diusapkan pada tetesan-tetesan air garam pada yang sudah diteteskan.
d)    Pada sediaan sebelah kiri ditambahkan 1 tetes eosine 20 % dan disebelah kanan diteteskan 1 tetes iodium / lugol lalu masing-masing dicampur, jangan sampai sediaan 1 tercampur dengan sediaan 2.
e)    Tutup masing-masing sdiaan dengan cover glass
f)     Periksa di bawah mikroskop, mula-mula dengan perbesaran lemah kemudian dipertegas dengan perbesaran kuat.

2.    Tidak langsung
a.    Cara konsentrasi dengan ZnSO4. Tehnik pemeriksaan :
a)    Dibuat suspensi feses 1:10, yaitu 1 bagian feses + 10 Bagian air panas
b)    Saring suspensi tersebut dengan kain kasa dan filtrat ditampung dalam tabung centrifuge.
c)    Putar dengan kecepatan 2.500 rpm selama 1 menit.
d)    Supernatan dibuang, sedimennya ditambah 2-3 ml air dan diaduk sampai homogen.
e)    Putar lagi, supernatan jernih dituang ( kalau perlu ulangi pemutaran)
f)     Sedimennya ditambahkan 3-4 ml zink sulfate jenuh ( 33 % larutan ZnSO4 mempunyai Bj 1.18 ), Diaduk dengan batang pengaduk, sehingga homogen dan ditambahkan ZnSO4 sampai batas 1.5 cm dari permukaan tabung
g)    Putar dengan kecepatan tinggi selama 1 menit.
h)   Pindahkan lapisan atas dari supernatan dengan ohse dan taruh di atas obyek glass yang bersih, kemudian tambahkan 1 tetea lugol, campur.
i)     Tutup dengan cover glass, periksa di bawah mikroskop
F.  pencegahan
1.    Pencegahan Primer
Melakukan promosi kesehatan yaitu pendidikan kesehatan dan penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik, hygiene keluarga dan hygiene pribadi seperti tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman, sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sabun, sayuran segar (mentah) yang akan dimakan sebagai  lalapan, harus dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-tahun. Juga peyuluhan tentang pentingnya buang air besar di jamban, tidak di kali atau di kebun untuk menghindari penyebaran dan penyakit ini.
Proteksi spesifik dengan melakukan pengobatan massal 6 bulan sekali di daerah endemik atau di daerah yang rawan askariasis.
2.     Pencegahan Sekunder
Deteksi dini terhadap orang yang mempunyai risiko terkena penyakit askariasis ini.
Mengobati dengan tepat penderita askariasis
3.    Pencegahan Tersier
Membatasi ketidakmampuan penderita askariasis dengan memberikan pengobatan pirantel pamoat 10 mg/kgBB dosis tunggal, Mebendazol 500 mg dosis tunggal (sekali saja) atau 100 mg 2 x sehari selama tiga hari berturut-turut, Albendazol 400 mg dosis tunggal (sekali saja), tetapi tidak boleh digunakan selama hamil atau melakukan operasi pembedahan apabila pengobatan secara oral sudah tidak memungkinkan lagi.
Berdasarkan pada siklus  hidup dan sifat telur cacing ini, maka upaya pencegahan dapat dilakukan sebagai berikut ( Syamsu, 2007 ):
1.    Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.
2.    Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidup cacing misalnya memakai jamban.
3.    Tidak mengunakan tinja sebagai pupuk tanaman. Sebelum melakukan persiapan makan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan mengunakan sabun.
4.    Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar ( mentah ) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.
5.    Mengadakan pengobatan massal setiap 6 bulan sekali di daerah endemic ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit ascariasis.
G. pengobatan
1.    Obat pilihan: piperazin sitrat (antepar) 150 mg/kg BB/hari, dosis tunggal dengan dosis maksimum 3 g/hari
2.    Heksil resorsinol dengan dosis100 mg/tahun (umur)
3.    Oleum kenopodii dengan dosis 1 tetes/tahun (umur)
4.    Santonin : tidak membinasakan askaris tetapi hanya melemahkan. Biasanya dicampur dengan kalomel (HgCl= laksans ringan) dalam jumlah yang sama diberikan selama 3 hari berturut-turut.
Dosis : 0-1tahun = 3 x 5 mg
1-3         tahun = 3 x 10 mg
1-4         3-5 tahun = 3 x 15 mg
1-5         Lebih dari 5 tahun =3 x 20 mg
1-6         Dewasa = 3 x 25 mg
5.    Pirantel pamoat (combantrin) dengan dosis 10 mg/ kg BB/hari dosis tunggal.
6.    Papain yaitu fermen dari batang pepaya yang kerjanya menghancurkan cacing. Preparatnya : Fellardon.
7.    Pengobatan gastrointestinal ascariasis menggunakan albendazole (400 mg P.O. sekali untuk semua usia), mabendazole (10 mg P.O. untuk 3 hari atau 500 mg P.O. sekali untuk segala usia) atau yrantel pamoate (11 mg/kg P.O. sakali, dosis maksimum 1 g). Piperazinum citrate (pertama : 150 mg/kg P.O. diikuti 6 kali dosis 6 mg/kg pada interval 12 hari).
8.    Prognosis : baik, terutama jika tidak terdapat komplikasi dan cepat diberikan pengobatan.








daftar pustaka

Brown HW, 1983. Dasar Parasitologi Klinis. Gramedi. Jakarta
Viqar Z., Loh AK, 1999. Buku Penuntun Parasitologi Kedokteran. Penerbit Binacipta.
Onggowaluyo, Samidjo Jangkung.2001. Parasitologi Medik 1 Helmintologi.EGC:Jakarta
http://aditya-pandhu.blogspot.com/2010/04/ascaris-lumbricoides-cacing-perut.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Ascaris_lumbricoides








1 komentar:

  1. Iron-Tin Red (Nopal) - Titanium Cross Necklace - Tiara
    Iron-Tin Red titanium bmx frame (Nopal) · Titsanium Cross titanium bracelet Necklace. titanium white dominus price This bracelet contains a simple yet elegant and comfortable design. · Type: rocket league titanium white octane T-Shirt. Rating: 5 · ‎1 review · ‎$9.99 · ‎In stock titanium armor

    BalasHapus